top of page

Seni Agawe Santosa

Image-empty-state.png
23 Februari 2023

-

23 April 2023
Semarang Contemporary Art Gallery, Jl. Taman Srigunting, Tanjung Mas, Semarang City, Central Java, Indonesia

SENI AGAWE SANTOSA

Merayakan Keberagaman


Chris Dharmawan, Semarang Gallery


Sekira di minggu ketiga bulan Oktober tahun lalu , saya menerima WA call dari Mas Butet yang mengutarakan ingin mengadakan pameran lukisan di Semarang Gallery secara royokan (begitu istilah yang dipakai) untuk menggambarkan banyaknya seniman yang akan diajak berpameran.


Sambil menyebutkan satu persatu nama seniman yang ternyata hampir semuanya sudah saya kenal dengan baik secara pribadi. Perupa-perupa senior dengan berbagai latar belakang dan bermacam lintas generasi yang telah kuyup keringat dengan pergulatan kreatifnya (begitu istilah kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo). Sebuah ide pameran yang perlu didukung dan ditindak lanjuti menjadi sebuah perhelatan yang saya kira cukup penting bagi dunia seni rupa kita.


Siapa yang tidak mengenal nama Kartika Affandi dan Joko Pekik, Gus Mus dan Subroto Sm. Kemudian ada Butet Kartaredjasa, Nasirun, Ivan Sagita, Putu Sutawijaya, Ong Hari Wahyu, Sigit Santoso, Melodia, Bambang Herras, Bambang Pramudiyanto, Pupuk DP, Jumaldi Alfi, Theresia Agustina Sitompul, Erica Hestu Wahyuni, Nindityo Adipurnomo, EddiE haRA, Ugo Untoro, Iwan Yusuf, Yuswantoro Adi, Hari Budiono, Hartono, Ayu Rika, Subandi Giyanto, Adien Widyardini, Budi Ubrux, Diah Yulianti, Iqi Qoror, Joko Sulistiono Gundul, Astuti Kusumo, Ledek Sukadi, Yaksa Agus, Ampun Sutrisno, Joko Susilo, Laila Tilah, Edy Sunaryo, Rismanto, Wayan Cahya, Whani Darmawan, Agus Noor, Susilo Budi Purwanto dan Rifzikka Atmadiningrat.


Rasanya hampir 90% dari nama-nama di atas adalah nama-nama beken yang tidak asing lagi dalam perjuangan eksistensi seni rupa kontemporer di Indonesia selama ini yang terbukti masih eksis dan berkarya secara konsisten sampai sekarang.


Pameran ini bagi saya seakan seperti sebuah perjumpaan kembali atau boleh dibilang sebagai reuni setelah sekian lama tidak saling menyapa apalagi bersua dengan para teman-teman seniman seperjuangan yang terlibat dalam pameran ini.


Judul pameran Seni Agawe Santosa buat saya lebih bermakna sebagai satu perayaan terhadap sebuah perjuangan eksistensi yang nyata-nyata telah membuat “sentosa” bagi kehidupan dunia seni rupa, baik bagi para seniman pelakunya maupun bagi masyarakat.

Tetapi apapun judulnya, pameran ini sesungguhnya bisa dijadikan sebagai ajang tolok ukur sejauh mana kita bisa menilai perkembangan pencapaian artistik para seniman peserta pameran setelah sekian lama bergumul dalam pergulatan kreatifnya.


Ini menarik karena kita ketahui bersama bahwa dunia seni rupa kontemporer sebagai sebuah produk budaya masa kini selalu bergerak, bergeser dan berkembang seturut dengan perkembangan jamannya.


Terima kasih diucapkan terutama kepada semua seniman yang terlibat dalam pameran ini, kepada kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo dan khusus kepada Butet Kartaredjasa penggagas pameran ini.


Kepada partner penyelenggara pameran Rosan Production dan kepada sponsor pameran Bank Jateng tidak lupa diucapkan terima kasih.


Terakhir terima kasih kami haturkan kepada Gubernur Jawa Tengah, Bapak Ganjar Pranowo yang telah bersedia meresmikan pameran ini.


Selamat menikmati.




Kurator:

Suwarno Wisetrotomo


Perupa:

Adin Wiedyardini - Agus Noor - Ampun Sutrisno - Astuti Kusumo - Ayurika - Bambang Herras - Bambang Pramudiyanto - Budi Ubrux - Butet Kartaredjasa - Diah Yulianti - Djoko Pekik - Djoko Susilo - EddiE haRa - Edi Sunaryo - Erica Hestu Wahyuni - Hari Budiono - Hartono - Iqi Qoror - Ivan Sagita - Iwan Yusuf - Joko Gundul - Jumaldi Alfi - Kartika Affandi - K.H.A Mustofa Bisri - Laila Tifah - Ledek Sukadi - Lucia Hartini - Melodia - Nasirun - Nindityo Adipurnomo - Ong Hari Wahyu - Pupuk DP - Putu Sutawijaya - Rifzika Atmadiningrat - Rismanto - Sigit Santosa - Subandi Giyanto - Subroto SM - Susilo Budi Purwanto - Theresia Agustina Sitompul - Ugo Untoro - Wayan Cahya - Whani Darmawan - Yaksa Agus - Yuswantoro Adi

Seni Agawe Santosa: Merayakan Kemanusiaan


Kerja budaya melalui seni merupakan salah satu cara dan media untuk membangun saling pengertian antarpihak. Atas dasar pemahaman bahwa tidak ada makna seni yang absolut, maka setiap penikmat seni adalah produsen makna dengan beragam kepentingan. Karena itu maka, seni (seni rupa) hadir dalam berbagai lintasan yang mengayakan siapa pun, karena karya seni (semestinya) berada dalam posisi lintas iman, agama, politik, ideologi, suku, etnik, bahkan bangsa. Dengan demikian seni memiliki peran untuk mempererat kohesi sosial dan perayaan atas keberagaman serta kemanusiaan.


“Menjadi Indonesia” merupakan projek kebangsaan dan kewargaan yang tidak akan pernah berakhir, karena tantangan yang terus berubah dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi. “Menjadi Indonesia” adalah memahami realitas keberagaman dengan sungguh-sungguh hingga ke nadi kehidupan sehari-hari. Perupa berkarya (salah satunya) untuk merayakan keberagaman dari cara pandang dan cara baca terhadap realitas yang dilihat, dipahami, dan dialami. Perupa tidak pernah memaksakan kehendak pada penontonnya ikhwal makna yang dihasratkan, sebaliknya penonton dapat mengonstruksi makna sesuai preferensi dan referensi, yang sangat mungkin berbeda jauh dari maksud perupa, sebagai bagian memahami realitas melalui perspektif seni.


Karya-karya dalam pameran ini dapat dibaca sebagai upaya merayakan keriuhan hidup, atau lebih spesifik lagi merayakan kehidupan bersama sebagai makhluk sosial-politik-ekonomi-budaya. Mereka berkarya sebagai kanal pelepasan ide, hasrat, kecemasan, kemarahan, kekecewaan, kegembiraan, juga harapan-harapan, dan upaya membangun komunikasi melalui sanepo visual.


“Seni Agawe Santosa” merupakan upaya membuat sentausa suatu kehidupan bersama, berkomunitas, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, melalui seni. Melalui edukasi dan kemauan membuka diri untuk berkomunikasi, mengerti seni, pelan-pelan akan tercipta situasi saling mengerti. Ketidaktunggalan makna, keragaman fungsi dan bentuk seni, merupakan pintu masuk untuk mendiskusikan realitas keragaman dan kebenaran. Kebiasaan dan kemauan membangun percakapan merupakan kunci utama terciptanya pengertian dan sikap respek pada pihak lain; selalu ada benar di balik salah, selalu ada baik di sisi buruk, atau sebaliknya. Demikian pun dalam seni.


Suwarno Wisetrotomo

Kurator

bottom of page